Nama : Nur Rahmi Mardiyah
Npm : 15210144
Kelas : 4ea15
Judul : Etika Bisnis dalam masyarakat
Saat
ini, mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengenali apa itu etika dalam
berbisnis. Bisa jadi masyarakat beranggapan bahwa berbisnis tidak perlu menggunakan
etika, karena urusan etika hanya berlaku di masyarakat yang memiliki kultur
budaya yang kuat. Ataupun etika hanya menjadi wilayah pribadi seseorang. Tetapi
pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di
masyarakat itu sendiri. Bagaimana dengan di lingkungan perusahaan? Perusahaan
juga sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam
pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang
terlibat di dalamnya. Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan
terbukanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen
ataupun personal dalam setiap team maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan
sekitar. Untuk itu etika ternyata diperlukan sebagai kontrol akan kebijakan,
demi kepentingan perusahaan itu sendiri.
Namun
apakah etika itu sendiri dapat teraplikasi dan dirasakan oleh pihak-pihak yang
wajib mendapatkannya? Pada prakteknya banyak perusahaan yang mengesampingkan
etika demi tercapainya keuntungan yang berlipat ganda. Lebih mengedepankan
kepentingan-kepentingan tertentu, sehingga menggeser prioritas perusahaan dalam
membangun kepedulian di masyarakat. Kecenderungan itu memunculkan manipulasi
dan penyelewengan untuk lebih mengarah pada tercapainya kepentingan perusahaan.
Praktek penyimpangan ini terjadi tidak hanya di perusahaan di Indonesia, namun
terjadi pula kasus-kasus penting di luar negeri.
Contoh
kasus di dalam negeri, kita diingatkan oleh Freeport dengan perusakan
lingkungan. Masyarakat dengan mata kepala sendiri menyaksikan tanah airnya
dikeruk habis. Sehingga dampak dari hadirnya Freeport mendekatkan masyarakat
dari keterbelakangan. Kalaupun masyarakat menerima ganti rugi, itu hanyalah
peredam sesaat, karena yang terjadi justru masyarakat tidak banyak belajar dari
usahanya sendiri. Masyarakat terlena dengan ganti rugi tiap tahunnya, padahal
dampak jangka panjangnya sungguh luar biasa. Masyarakat akan semakin terpuruk
dari segi mental dan kebudayaannya akan terkikis. Juga dalam beberapa tahun
ini, tentunya kita masih disegarkan oleh kasus lumpur Lapindo. Kita tahu berapa
hektar tanah yang terendam lumpur, sehingga membuat masyarakat harus
meninggalkan rumahnya. Mungkin bisa jadi ada unsur kesengajaan di dalamnya.
Demi peningkatan profit yang tinggi, ada hal yang perlu dikorbankan, tentunya
tidak lain masyarakat itu sendiri. Kita juga masih ingat akan kasus Teluk Buyat
yang menyebabkan tercemarnya lingkungan tersebut. Yang cukup menghebohkan
mungkin kasus Marsinah, seorang buruh yang memperjuangkan hak-haknya, tetapi
mengalami peristiwa tragis yang membuat nyawanya melayang.
Semua
itu terjadi karena tidak diterapkannya etika dalam berbisnis. Di dalam etika
itu sendiri terkandung penghargaan, penghormatan, tanggungjawab moral dan
sosial terhadap manusia dan alam. Kalau kita melihat lebih jauh tentunya ada
dua kepentingan, baik dari perusahaan dan masyarakat yang perlu diselaraskan.
Di dalamnya terkandung juga hak dan kewajiban yang harus terpenuhi. Coba mari
kita renungkan bersama, bukankah tidak diterapkannya etika dalam berbisnis
justru akan menjadi bumerang bagi perusahaan tersebut? Mungkin akan banyak
biaya yang dikeluarkan untuk menyelesaikan kasus serta citra perusahaan di
masyarakat luas semakin miring. Hal ini justru akan sangat merugikan perusahaan
itu sendiri.
Belum
lagi kasus yang terjadi di luar negeri. Sebagai contoh adalah kasus asuransi
Prudential di Amerika. Belum lagi skandal Enron ,Tycon, Worldcom dsb. Banyaknya
kasus yang terjadi membuat masyarakat berpikir dan mulai menerapkan etika dalam
berbisnis. Apalagi sekarang masyarakat mulai membicarakan CSR (Corporate Social
Responsibility). Apa itu? Dalam artikel yang ditulis oleh Chairil Siregar
disebutkan CSR merupakan program yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai
dengan undang-undang pasal 74 Perseroan Terbatas. Tentunya dengan adanya
undang-undang ini, industri maupun korporasi wajib melaksanakannya, tetapi
kewajiban ini bukan merupakan beban yang memberatkan. Salah satu contoh yaitu
komitmen Goodyear dalam membangun masyarakat madani, ekonomi, pendidikan,
kesehatan jasmani, juga kesehatan sosial. Kepedulian ini sebagai wujud nyata
peran serta perusahaan di tengah masyarakat. Perlu diingat pembangunan suatu
negara bukan hanya tanggungjawab pemerintah dan industri saja tetapi setiap
insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan kualitas hidup
masyarakat.
SUMBER : http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=14239